SELAMAT DATANG DI KAWASAN TUAS MEDIA! ANDA SAAT INI SEDANG BERADA DI LAMAN YANG MENYAJIKAN SEPUTAR DUNIA PENERBITAN BUKU DAN INFORMASI LAINNYA

Menulis di Otak: Generalisasi Tergesa-Gesa

oleh Ersis Warmansyah Abbas

KESALAHAN logis terjadi karena salah penalaran induksi yang berpangkal pada sampling hal khusus yang tidak cukup atau karena tidak memakai batasan yang tepat dinamakan generalisasi tergesa-gesa. Banyak orang menulis memakai kata kadang-kadang, banyak, sering, jarang, hampir selalu, sebagian besar, dalam keadaan tertentu, sebagian kecil atau sebagian besar dan seterusnya.

Misalkan, Sampeyan bertetangga dengan orang Padang yang berjualan di Pasar Tanah Abang. Dia lihai berdagang. Ketika ke Pasar Rumput membeli kaos oblong, eit ... penjualnya orang Padang. Lalu berkesimpulan orang Padang pintar berdagang. Begitu memang streotip orang Padang.

Suatu kali, Sampeyan bertemu dengan saya, Ersis Warmansyah Abbas. Saya orang Padang yang lebih Indonesia, he he. Jangan ‘menuduh’ saya jago dalam berdagang. Hanya paham secuil. Gara-gara bertemu dengan beberapa orang Padang yang pintar berdagang jangan berkesimpulan semua orang Padang pintar berdagang.

Saya berani memastikan, lebih banyak orang Padang yang tidak piawai berdagang. Menjadi petani, pegawai, pemikir, dan sebagainya. Bahwa ada orang Padang yang PNS sekaligus berdagang, bisa jadi. Dalam kaitan diskusi kita, jangan sampai berdasarkan sampling khusus mengambil konklusi serta-merta. Pastinya, tidak semua orang Padang pintar berdagang. Bahwa streotip orang Padang pandai berdagang, ya iyalah. Apa itu streotip? Silakan cari di kamus.

Rumah Makan Padang
Saya punya lelucon yang mendekati kebenaran. Kalau membawa teman-teman makan ke rumah makan Padang dikatakan: “Kalian beruntung, bisa makan masakan Padang di rumah makan Padang. Kalau saya pulang kampung, di Padang tidak ada rumah makan Padang”.

“Ah yang benar saja”, mereka terheran. “Ya, iyalah”, kata saya dengan mimik serius. “Di Padang, kebanyakan rumah makan dengan suguhan masakan Padang. Mana ada rumah makan memakai merek dagang ‘Masakan Padang’ di Padang. Kalau rumah makan Sunda atau Jawa ada, he he”.

Selanjutnya perhatikan kosakata sering. Apa definisi sering? Menurut KBBI (1988: 626): sering kerap, acap. Apa arti kerap, apa arti acap? Kita harus ‘berburu’ lagi hingga didapat definisi yang pas. Dia sering tidak menulis. Ya, seberapa sering? Setiap kata harus ditelusuri maknanya sampai didapat pengertian sesungguhnya.

Misalnya Sampeyan menulis (Semua) PNS malas. Begitu kesimpulan Sampeyan ketika mengurus KTP atau izin mendirikan bangunan (IMB) dimana menemukan PNS ongkang-ongkang, membaca koran, atau main games dan FB (harap maklum era komputer, Bro). Atau, bangsa Indonesia korup, orang Indonesia korup. Menerima sogokan ‘pekerjaan’ anggota DPR. Hakim-hakim Indonesia bobrok. Atau, sejenisnya. Haiya ... tarik nafas, tenangkan pikiran.

Adakalanya kita tergesa-gesa mengambil kesimpulan tanpa menyigi hakiki dan atau kondisi obyektifnya. Kalau tergesa-gesa dalam penalaran, lalu menuliskannya, bisa jadi kesalahan logis akan mematen.

Menulis Sastra
Ada kesan, mereka yang (pernah) kuliah di fakultas sastra lebih paham menulis sastra. Kesan, atau boleh pula, kesimpulan tersebut logis. Harap maklum, mereka belajar teori sastra. Tetapi, coba bertanya kepada Taufik Ismail, Andrea Hirata, atau Habiburrahman El Shirazy? Taufik Ismail sarjana kedokteran hewan lho. Atau, perhatikan guru bahasa, guru sastra, apakah mereka fasih menulis sastra? Jangan-jangan ada yang tidak pernah.

Hati-hati. Banyak orang mengeluh, bahkan mencaci-maki, kualitas guru-guru Indonesia payah, jelek. Tidak kompeten mengajar, apalagi mendidik. Bisa jadi. Tapi, coba pikir, orang-orang pintar, pejabat pendidikan, atau siapa saja yang berkesimpulan demikian, barangkali lupa, mereka cerdas karena guru. Tipikal orang bak kacang lupa kulit.

Kenapa menaikkan gaji guru, kesejahteraan guru Indonesia, begitu memilukan dan memalukan? Padahal bukankah semua kita dipintarkan oleh guru? Tentu tidak seorang pun diantara kita bermaksud menjadi ‘anak harimau’; durhaka pada guru.

Perhatikan! Beberapa kalimat di atas adalah kalimat dalam bentuk kesalahan logis karena generalisasi tergesa-gesa. Jangan dicontoh ya.



loading...