SELAMAT DATANG DI KAWASAN TUAS MEDIA! ANDA SAAT INI SEDANG BERADA DI LAMAN YANG MENYAJIKAN SEPUTAR DUNIA PENERBITAN BUKU DAN INFORMASI LAINNYA

Dua Puisi Taufiq Ismail yang “Bikin” Merinding


Di Laut Mana Tenggelamnya 

Aku berjalan mencari kejujuran
Tak tahu aku di mana alamatnya
Aku pergi mencari kesederhanaan
Tak tahu aku di mana sembunyinya
Aku bertanya di mana tanggung jawab
Di laut manakah tenggelamnya? 
Aku berjalan mencari ketekunan
Di rimba manakah dia menghilangnya?
Aku berjalan mencari keikhlasan Rasanya sih ada, tapi di mana, ya? 
Aku berjalan mencari kedamaian
Di langit manakah dia melayangnya?
Wahai kejujuran dan kesederhanaan Wahai tanggung jawab dan ketekunan
Wahai keikhlasan dan kedamaian
Di mana gerangan kini kalian?
Zaman ini sangat merindukan kalian zaman ini sangat merindukan kalian.



Perang Ini Harus Kita Menangkan

Masih adakah orang jujur di negeri kita? Adakah?
Masih ada. Tapi mereka tak bersuara.
Masih adakah orang waras di negeri kita? Adakah?
Masih ada. Tapi mereka tiada berdaya
Masih adakah orang berakhlak di negeri kita? Adakah?
Masih ada. Tapi mereka tak berwibawa
Masih adakah orang ikhlas di negeri kita? Adakah?
Masih ada. Tapi mereka dianggap tiada.
Tapi saudaraku, tak ada cerita putus asa Kita tak akan angkat tangan menyerah kalah
Karena ibarat perang Perang ini harus kita menangkan. Harus kita menangkan. 


Taufiq Ismail lahir dari pasangan A. Gaffar Ismail (1911-1998) asal Banuhampu, Agam dan Sitti Nur Muhammad Nur (1914-1982) asal Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat. Ayahnya adalah seorang ulama dan pendiri PERMI. Ia menghabiskan masa SD di Solo, Semarang, dan Yogyakarta, SMP di Bukittinggi, dan SMA di Pekalongan. Taufiq tumbuh dalam keluargaguru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri, ia menjadi dokter hewandan ahli peternakan karena ingin memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya. Ia tamat FKHP-UI Bogor pada 1963 tetapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah pulau di Selat Malaka.

Taufiq sering membaca puisi di depan umum. Di luar negeri, ia telah baca puisi di berbagai festival dan acara sastra di 24 kota Asia, Australia, Amerika, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Baginya, puisi baru ‘memperoleh tubuh yang lengkap’ jika setelah ditulis, dibaca di depan orang. Pada April 1993 ia membaca puisi tentang Syekh Yusuf dan Tuan Guru, para pejuang yang dibuang VOC ke Afrika Selatan tiga abad sebelumnya, di 3 tempat di Cape Town (1993), saat apartheid baru dibongkar. Pada Agustus 1994 membaca puisi tentang Laksamana Cheng Ho di masjid kampung kelahiran penjelajah samudra legendaris itu di Yunan, Tiongkok, yang dibacakan juga terjemahan Mandarinnya oleh Chan Maw Yoh.

Mendapat Anugerah Seni dari Pemerintah (1970), Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977), South East Asia Write Award dari Kerajaan Thailand (1994), Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Dua kali ia menjadi penyair tamu di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1971-1972 dan 1991-1992), lalu pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka,Kuala Lumpur (1993).


Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Taufiq_Ismail


Baca juga:


loading...