SELAMAT DATANG DI KAWASAN TUAS MEDIA! ANDA SAAT INI SEDANG BERADA DI LAMAN YANG MENYAJIKAN SEPUTAR DUNIA PENERBITAN BUKU DAN INFORMASI LAINNYA

Sebuah Rencana Awal “Puisi Menyusuri Jalan-Jalan”


JALAN… Ya, jalan.

Kira-kira, adakah manusia yang tak pernah melintasi jalan di daratan bumi?  

Mungin ada, tapi kemungkinan besarnya semua pernah, entah dengan kaki telanjang, kursi roda, sepeda, kendaraan bermotor, atau alat transportasi lainnya.

Jalan bagi kita secara mudah bisa dimaknai sebagai tempat untuk lalu lintas orang dari satu daerah ke daerah lainnya. Memang sekilas tak ada yang istimewa dalam hal ini. Terkesan biasa saja. Tapi pernahkah Anda melintasi jalan yang bisa dikatakan tidak layak pakai, misalnya ada banyak lubang, bahkan ada air hujan yang menggenangi lubang-lubang itu? Tentu saj rusaknya jalan sangat mengganggu lalu lintas, bukan? Betapa tidak? Saat kita hendak menuju ke suatu daerah, kita harus bersusah payah melintasi jalan yang rusak. Waktu yang mungkin bisa ditempuh satu jam pun, bisa menjadi lebih lama. Alhasil, saat sampai di tempat tujuan tidak sesuai dengan waktu yang kita rencanakan.

Belum lagi jika kita dihadapkan pada malam hari. Tidak sedikit jalan yang penerangannya sangat memperihatinkan. Bahkan, ada yang tanpa penerangan sama sekali.  Selain itu, pelanggaran lalu lintas juga menjadi masalah tersendiri. Banyaknya anak muda yang gemar balapan liar atau sebagian orang menerobos lampu merah di jalan raya sangat membahayakan keselamatan mereka dan pengguna jalan lainnya.

Lantas adakah hubungannya dengan puisi? Sebagaimana sastra yang kita pahami merupakan pengejewantahan kembali hidup dan kehidupan, maka dengan berpuisi, kita bisa mengangkat segala yang berhubungan dengan jalan dalam bentuk puisi. Misalnya puisi yang bertemakan jalan berikut ini.

Remang-Remang yang Panjang

suatu malam, setelah pesta usai, kudapati tiang-tiang baru
di tiap tiang itu ada bola lampu
tapi, aku melihat semuanya bukan karena lampu-lampu itu
purnama menghujani tiang dan lampu dengan cahayanya
bagai pelita besar, yang menyala

mungkin sebuah kemakluman, pikirku
bahwa lampu-lampu itu tertidur di jalan sunyi sambil bermimpi
menyanyikan lagu-lagu kemesraan
dalam detik-detik penuh cinta
sebelum fajar menyingsing,
kemudian, malam pun punah

dan mendadak sebuah ingatan menyala di kepalaku
sebuah rangkaian kata tertimpa cahayanya,
“upeti-upeti jalan.”
di manakah upeti-upeti itu disembunyikan

tampaknya sejarah selalu diingat dan dikenang
“papah dan mamah selalu menang”
sedangkan jelata hanya diperah dan dijajah
menahan  amarah dalam dada yang parah

Dan, sebuah karya sastra termasuk puisi diharapkan mengandung dua unsur pokok, menghibur dan bermanfaat atau dulce et utile. Memang benar, puisi tidak langsung mengubah sesuatu atau kumpulan sesuatu menjadi sesuatu wujud yang lain, semisal bahan-bahan material menjadi gedung megah. Namun, dengan puisi, penyair berusaha menggugah jiwa masyarakat ke arah hal-hal yang positif. Dalam hal jalan, penyair berusaha menggugah kesadaran masyarakat akan bahaya kecelakan berlalu lintas sehingga bisa melintasinya dengan hati-hati dan tidak sekali-kali membuang sampah di jalan.

Nah, kami berencana membukukan antologi “Puisi Menyusuri Jalan-Jalan” yang tentunya bertemakan “jalan”. Bagi yang berminat ikut dalam antologi ini, cukup kirimkan satu buah puisi bertema tersebut di atas, dengan jenis huruf “Times New Roman” berukuran 12, berspasi 1 (puisi boleh yang lama dan yang baru) dan biodata Anda dalam bentuk narasi ketuasmedia@ymail.com dengan subjek “Jalan”. Pengiriman mulai 28 November 2016—31 Januari 2017. Akan tetapi, jika ada alasan tertentu, waktu pengiriman insya Allah akan kami perpanjang.

Segala biaya pracetak buku ini (pembuatan sampul dan lainnyaditanggung oleh Penerbit Tuas Media. Kontributor dalam antologi ini insya Allah akan mendapatkan sertifikat cetak apabila mengganti biaya terbit antologi ini.

Informasi ini bersifat umum. Boleh dibagikan. Mengenai hal-hal yang belum dimengerti, silakan tanyakan langsung kepada kami.
loading...